Raja
Darmaji berusaha mencari mahkota Bathara Rama, lalu pergi ke kerajaan
Dwarawati. Ketika raja Darmaji datang, raja Dwarawati, Ditya Kresna
sedang dihadap oleh Patih Muksamuka, Murkabumi, Muksala, Karungkala dan
Gelapsara. Ditya Kresna menyapa dan bertanya maksud kedatangan Darmaji.
Raja Darmaji meminta mahkota Bathara Rama yang dipakai Ditya Kresna.
Namun Ditya Kresna tidak mau memberikannya, maka terjadilah perkelahian. Raja Darmaji mati karena digigit, dan putus perutnya.
Angsawati, isteri pertama Basudewa, cemburu akibat kehadiran Ugraini
dan Badraini. Ia berusaha membunuh mereka namun gagal. Pada suatu malam
Angsawati bertemu dengan raja Gorawangsa yang menyamar sebagai raja
Basudewa. Angsawati tidak mengira bahwa yang dijumpainya adalah Basudewa
palsu. Namun Angsawati menyambut dengan senang hati. Pertemuan
Angsawati dengan Basudewa palsu berkepanjangan, akhirnya Angsawati
hamil. Raja Basudewa sungguhan tidak mengetahui hal itu. Ia tidak
mengerti bahwa isterinya hamil karena Gorawangsa. Pada bulan ketujuh,
raja hendak mengadakan selamatan. Sang raja dan para pegawai istana
hendak berburu ke hutan. Basusena bertugas menunggu kerajaan.
Pada suatu malam Basusena berkeliling di istana. Waktu tiba di tempat
tinggal Angsawati ia mendengar suara tamu pria di kamar. Setelah
dilihat, nampak bahwa pria dalam kamar itu adalah Basudewa. Setelah
Basusena lama memandang, Basudewa nampak seperti raksasa. Basudewa palsu
diserang, terjadilah perkelahian. Basusena mengenakan senjata, lalu
Basudewa palsu berubah menjadi Gorawangsa. Raksasa Gorawangsa lari
kembali ke negara Jadingkik.
Basusena kembali ke hutan, melapor
peristiwa yang terjadi di istana. Dikatakannya, Angsawati berbuat
serong dengan raksasa. Raja Basudewa marah, Basusena disuruh membawa
Angsawati ke hutan, untuk kemudian membunuh dan mengambil hatinya. Bila
hati Angsawati berbau busuk berarti bayi dalam kandungan bukan anaknya,
sedangkan bila berbau harum berarti bayi itu anak Basudewa.
Basusena menjalankan perintah raja Basudewa. Angsawati dibawa ke tengah
hutan dan dibunuhnya. Hatinya diambil, dan setelah dicium ternyata
berbau busuk. Basusena membawa hati itu kepada sang raja. Karena hati
tersebut berbau busuk, raja percaya bahwa bayi dalam kandungan bukanlah
anaknya.
Bathara Wisnu, Dewi Sri dan Bathara Basuki
mengelilingi dunia guna mencari titisan raja Watugunung. Diketahuinya,
raja Gorawangsa adalah titisan raja Watugunung. Maka Bathara Wisnu
meminta Bathara Basuki agar menitis kepada raja Basudewa, untuk
mengalahkan raja Gorawangsa. Bathara Wisnu kembali ke kahyangan. Kepada
Bathara Guru, ia minta ijin untuk menitis ke dunia, untuk membunuh
titisan raja Watugunung. Bathara Guru memberi ijin, dan memberi tugas
kepada Bathara Wisnu untuk mengadu ayah melawan anak, mengadu sesama
saudara. Namun Bathara Wisnu tidak boleh ikut berperang, hanya
diperkenankan terlibat dalam pembicaraan.
Bathara Wisnu
menerima tugas tersebut tetapi mengajukan permintaan. Permintaan itu
ialah bagi mereka yang bermusuhan supaya diperkenankan naik ke surga,
supaya dirinya diperkenankan duduk di dua belah pihak, dan supaya
disertai Bathara Basuki untuk bersama menitis ke dunia. Bathara Guru
mengabulkan permintaan tersebut, lalu menyuruh Bathara Narada agar
keberanian Wisnu dijelmakan kepada Arjuna. Sedang Bathara Wisnu diminta
menjelma menjadi putra Basudewa.
Bathara Wisnu turun ke dunia
bersama Dewi Sri. Senjata Cakranya dititipkan kepada awan yang dijaga
dua dewa. Bathara Wisnu berpesan, bahwa senjata itu hanya boleh diambil
Narayana. Selain Nayarana, tidak seorang pun berhak mengambilnya.
Raja Basudewa telah mempunyai putra. Ugraini telah melahirkan anak
laki-laki berkulit putih, titisan Bathara Basuki. Anak itu diberi nama
Kakrasana. Bathara Wisnu dan Dewi Sri merasuk ke jiwa raja Basudewa.
Saat mereka merasuk, Basudewa bermimpi melihat matahari dan bulan.
Matahari dan bulan itu kemudian bersatu.
Anak Angsawati yang
dibawa raja Gorawangsa diberi nama Kangsa. Setelah dewasa Kangsa
menanyakan, siapa ibunya. Gorawangsa menjelaskan bahwa ibunya bernama
Angsawati, isteri Basudewa raja Mandura. Tetapi ibunya telah meninggal
dunia, dibunuh oleh Basusena atas perintah raja Basudewa. Mendengar
penjelasan Gorawangsa itu Kangsa ingin membalas kematian ibunya.
Gorawangsa berpesan agar Kangsa menemui pamannya yang bernama Arya
Prabu, adik Angsawati. Kangsa meninggalkan Jadingkik menuju ke Mandura.
Di Mandura Kangsa menemui Arya Prabu, lalu menyampaikan maksud
kedatangannya. Arya Prabu berjanji akan membantunya. Mereka berdua
menghadap raja Basudewa yang sedang dihadap Basusena dan warga Mandura.
Kangsa menyampaikan maksud kedatangannya, yakni ia akan membalas
kematian ibunya. Terjadilah perkelahian antara Kangsa dengan Basusena.
Basusena kalah, lalu melarikan diri. Raja Basudewa dimasukkan ke dalam
penjara. Gorawangsa datang bersama pasukan raksasa. Kangsa lalu
menduduki tahta kerajaan Mandura.
Basudewa berhasil melarikan
diri bersama dengan Badraini yang sedang hamil dan Kakrasana yang masih
kanak-kanak. Perjalanan mereka terhalang oleh Bengawan Erdura. Bathara
Sakra datang menolong dan menyeberangkan mereka. Basudewa diminta
mengungsi ke kademangan Widarakandang. Sang Bathara memberi tahu bahwa
kelak Badraini akan melahirkan dua anak. Anak-anak itu agar diberi nama
Narayana dan Endhang Panangling. Setelah berpesan, Bathara Sakra
menghilang, kembali ke Kahyangan. Kedatangan Basudewa, Badraini dan
Kakrasana di Widarakandhang diterima oleh demang Antagopa dan isterinya.
Di Widarakandhang Badraini melahirkan seorang bayi laki-laki dan dua
orang perempuan, yang berkulit hitam. Sesuai pesan Bathara Sakra,
Basudewa memberi nama kedua anaknya, Nayarana dan Endhang Panangling.
Sedangkan Badraini memberi nama yang seorang lagi, Sumbadra. Tiga anak
itu diasuh oleh Ki Antagopa dan Ni Sagopi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar