Pukul 2 pagi ketika suara jangkrik berorkestra di taman.
Elang dan Senja duduk di antara bangku-bangku yang kosong. Lampu taman
yang melankolis menghangatkan dialog dini hari yang mereka lakukan.
“Lantas apa gunanya kita berdiam lama disini? Bukanya lebih baik kita pulang dan mengakhiri dialog pesakitan ini?”
“Aku, disini mengajakmu untuk berkontemplatif Elang..” jawabnya dengan nada lirih.
Elang tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh Senja, ia hanya bisa membenturkan kedua gigi atas dan bawahnya dengan kencang.
“Kau tidak merasa berdosa atas semua kejanggalan yang terjadi?”
Elang seperti dibunuh lewat kata-kata, ia terbius kondisi dan makna. Ia hanya bisa membenturkan kedua gigi atas dan bawahnya secara kencang.
“Darah yang keluar dari telingaku, akibat ulahmu, aku tidak kuat mendengar segala tingkah laku burukmu. Semua orang di luar sana membicarakan kebusukanmu! Kau hitam! Tidak memiliki moral!”
Sebenernya kebusukan apa yang telah diperbuat oleh Elang, Elang sendiri tidak mengerti. Ia hanya melakukan aktivitasnya seperti biasa dan selayak orang normal.
“Senja…”
“Jangan sekali kali kau memanggil namaku lewat mulut kotormu itu! Aku tak sudi dengan pangillan yang keluar dari mulutmu!”
“Terus aku harus memanggilmu apa? dengan sebutan ‘Eh’ seperti anak TK yang memanggil salah satu temanya tetapi tidak mengenali namanya? Atau dengan nama samaran lain? Kau mau aku memanggilmu apa? Wanita pesakitan? Perempuan senja?”
Senja tersentak oleh kata kata Elang, ia memandangi Elang seperti orang yang mengaku suci padahal tidak pernah melakukan amal. Ia benar-benar marah kepada Elang. Lewat tatapan matanya yang tajam, tergambar sebuah pisau yang siap menancap di bagian mulut Elang.
“Kau tak perlu memanggilku dengan sebutan anomali seperti itu, sekarang jujur saja kepadaku. Apa yang telah kau perbuat terhadap gadis yang bernama Laras?”
“Laras? Siapa Laras?” Dengan raut wajah datar ia menjawab
“Jadi kau benar-benar tidak mengenal dengan wanita yang bernama Laras? Kalau begitu siapa itu Ana? Dan siapa itu Laila?”
Senja terus menekan Elang dengan pertanyaan yang semakin menyudutkanya ke poros yang lebih dalam, ia ingin Elang mati di dalam perkataanya.
“Ana dan Laila itu sahabatku dari SMA, memang ada apa dengan mereka berdua, aku jadi semakin tidak mengerti tentang apa yang kita bicarakan.”
Senja semakin terpukul atas perkataan Elang, ia merasa Elang menutupi dosa-dosanya dengan ketidaktahuanya dan kepolosanya.
“Lang, aku bisa mencium bau kebusukanmu sejak dua hari lalu. Aku tau apa yang kau perbuat dengan Ana, Laila bahkan Laras seseorang yang kau anggap tak kau kenali. Kenapa kau tega menodai kedua wanita itu dengan beberapa temanmu? Dimana hati nuranimu? Kau bilang Ana dan Laila sahabat tapi yang kau lakukan kepadanya seakan mereka wanita jal*ng yang menyamar jadi sahabat.”
Elang terdiam, kali ini ia tidak dapat membenturkan kedua gigi atas dan bawahnya.
“Bagaimana dengan laras? Kenapa kau tega menyebar gambaran foto yang tak layak? Apakah kau sekarang beralih menjadi orang yang jahat?”
“Jadi kontemplatif tentang ini yang kau maksud sekarang?”
“Ya memang ini yang kumaksud, agar kau sadar dengan segala kesalahanmu yang tidak beretika.”
“Kamu tidak mengerti akan semua ini..”
“Tidak mengerti? Maksudmu? Kamu sudah gila? Pasti kamu tidak bisa mengontrol nafsu bir*himu, makanya kamu menjadi liar dengan tingkah laku hewani seperti itu? Seharusnya kau tidak berkata kalau aku tidak mengerti akan semua ini, aku mengerti apa yang ada di isi otakmu yang keruh lang.” Jawab Senja sambil berteriak didepan muka Elang.
Elang hanya tertunduk dan tersenyum. Kemudian ia mengangkat dahinya dan memandang ke arah depan, ia sejenak berhalusinasi seperti melihat orang sedang mati suri di taman.
“Kamu benar benar sudah gila Elang, aku tidak menyangka kau dulu yang aku cap sebagai orang berpredikat baik ternyata berkelakuan seperti serigala haus akan mangsanya, kau mengikis kepercayaanku.”
“Lantas apa gunanya kita berdiam lama disini? Bukanya lebih baik kita pulang dan mengakhiri dialog pesakitan ini?”
“Aku, disini mengajakmu untuk berkontemplatif Elang..” jawabnya dengan nada lirih.
Elang tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh Senja, ia hanya bisa membenturkan kedua gigi atas dan bawahnya dengan kencang.
“Kau tidak merasa berdosa atas semua kejanggalan yang terjadi?”
Elang seperti dibunuh lewat kata-kata, ia terbius kondisi dan makna. Ia hanya bisa membenturkan kedua gigi atas dan bawahnya secara kencang.
“Darah yang keluar dari telingaku, akibat ulahmu, aku tidak kuat mendengar segala tingkah laku burukmu. Semua orang di luar sana membicarakan kebusukanmu! Kau hitam! Tidak memiliki moral!”
Sebenernya kebusukan apa yang telah diperbuat oleh Elang, Elang sendiri tidak mengerti. Ia hanya melakukan aktivitasnya seperti biasa dan selayak orang normal.
“Senja…”
“Jangan sekali kali kau memanggil namaku lewat mulut kotormu itu! Aku tak sudi dengan pangillan yang keluar dari mulutmu!”
“Terus aku harus memanggilmu apa? dengan sebutan ‘Eh’ seperti anak TK yang memanggil salah satu temanya tetapi tidak mengenali namanya? Atau dengan nama samaran lain? Kau mau aku memanggilmu apa? Wanita pesakitan? Perempuan senja?”
Senja tersentak oleh kata kata Elang, ia memandangi Elang seperti orang yang mengaku suci padahal tidak pernah melakukan amal. Ia benar-benar marah kepada Elang. Lewat tatapan matanya yang tajam, tergambar sebuah pisau yang siap menancap di bagian mulut Elang.
“Kau tak perlu memanggilku dengan sebutan anomali seperti itu, sekarang jujur saja kepadaku. Apa yang telah kau perbuat terhadap gadis yang bernama Laras?”
“Laras? Siapa Laras?” Dengan raut wajah datar ia menjawab
“Jadi kau benar-benar tidak mengenal dengan wanita yang bernama Laras? Kalau begitu siapa itu Ana? Dan siapa itu Laila?”
Senja terus menekan Elang dengan pertanyaan yang semakin menyudutkanya ke poros yang lebih dalam, ia ingin Elang mati di dalam perkataanya.
“Ana dan Laila itu sahabatku dari SMA, memang ada apa dengan mereka berdua, aku jadi semakin tidak mengerti tentang apa yang kita bicarakan.”
Senja semakin terpukul atas perkataan Elang, ia merasa Elang menutupi dosa-dosanya dengan ketidaktahuanya dan kepolosanya.
“Lang, aku bisa mencium bau kebusukanmu sejak dua hari lalu. Aku tau apa yang kau perbuat dengan Ana, Laila bahkan Laras seseorang yang kau anggap tak kau kenali. Kenapa kau tega menodai kedua wanita itu dengan beberapa temanmu? Dimana hati nuranimu? Kau bilang Ana dan Laila sahabat tapi yang kau lakukan kepadanya seakan mereka wanita jal*ng yang menyamar jadi sahabat.”
Elang terdiam, kali ini ia tidak dapat membenturkan kedua gigi atas dan bawahnya.
“Bagaimana dengan laras? Kenapa kau tega menyebar gambaran foto yang tak layak? Apakah kau sekarang beralih menjadi orang yang jahat?”
“Jadi kontemplatif tentang ini yang kau maksud sekarang?”
“Ya memang ini yang kumaksud, agar kau sadar dengan segala kesalahanmu yang tidak beretika.”
“Kamu tidak mengerti akan semua ini..”
“Tidak mengerti? Maksudmu? Kamu sudah gila? Pasti kamu tidak bisa mengontrol nafsu bir*himu, makanya kamu menjadi liar dengan tingkah laku hewani seperti itu? Seharusnya kau tidak berkata kalau aku tidak mengerti akan semua ini, aku mengerti apa yang ada di isi otakmu yang keruh lang.” Jawab Senja sambil berteriak didepan muka Elang.
Elang hanya tertunduk dan tersenyum. Kemudian ia mengangkat dahinya dan memandang ke arah depan, ia sejenak berhalusinasi seperti melihat orang sedang mati suri di taman.
“Kamu benar benar sudah gila Elang, aku tidak menyangka kau dulu yang aku cap sebagai orang berpredikat baik ternyata berkelakuan seperti serigala haus akan mangsanya, kau mengikis kepercayaanku.”
Kemudian Senja pergi meninggalkan Elang sendirian di taman, ia
memberhentikan sebuah Taxi dan pulang ke rumah. Tepat pukul 3 pagi ia
meninggalkan taman.
Dua minggu setelah dialog dini hari itu, Elang bunuh diri dengan
memakai kok*in hingga over dosis. Senja yang mendengar kabar tidak bisa
berbahasa lewat mulutnya, ia hanya berbahasa kesedihan lewat air matanya
yang putih, ia terus mengalirkan bahasa kesedihan itu sampai seorang
polisi datang ke rumahnya. Polisi itu memberikanya sebuah surat, surat
yang dituliskan Elang sebelum ia meninggal, surat yang ditemukan di
sebelah kok*in dan jasad dari seorang Elang. Surat itu berisi tentang
alasan Elang berbuat jahat kepada ketiga wanita.
Kemudian Senja membuka surat dan membacanya, sambil menahan rasa sedih ia coba membaca satu per satu kata yang tertulis.
Kemudian Senja membuka surat dan membacanya, sambil menahan rasa sedih ia coba membaca satu per satu kata yang tertulis.
Dear Senja
Senja, maafkan aku telah berbuat perbuatan kotor itu, mungkin setelah engkau mendapatkan surat ini kau tidak dapat menemui aku lagi di alam dunia yang penuh dengan dialektis tidak berujung seperti yang kita lakukan beberapa hari lalu di taman.
Aku hanya ingin memberitahumu kalau aku melakukan semua itu mempunyai alasan masing-masing. Aku menodai Ana dan Laila karena ia terus menghinamu sebagai wanita miskin yang hanya bisa ju*l badan, ia terus membicarakanmu sebagai pr*muria yang tak berakal sepanjang hari. Jengah aku mendengar perkataanya. Sehingga aku harus mengambil jalan pintas sendiri dengan menodainya dengan beberapa temanku, agar ia tahu mulut itu bukan sekedar pengucap pr*muria belaka.
Kalau Laila, karena ia yang telah membuat orang tuamu bercerai 2 tahun lalu, ia lah yang berselingkuh dengan ayahmu, jujur aku tidak memberitahumu karena aku tak kuasa melihat air mata di pipimu. Maafkan aku Senja atas semua ini, semoga kamu tenang di dunia sana karena aku telah menghabisi semua penggangu kehidupanmu
Senja, maafkan aku telah berbuat perbuatan kotor itu, mungkin setelah engkau mendapatkan surat ini kau tidak dapat menemui aku lagi di alam dunia yang penuh dengan dialektis tidak berujung seperti yang kita lakukan beberapa hari lalu di taman.
Aku hanya ingin memberitahumu kalau aku melakukan semua itu mempunyai alasan masing-masing. Aku menodai Ana dan Laila karena ia terus menghinamu sebagai wanita miskin yang hanya bisa ju*l badan, ia terus membicarakanmu sebagai pr*muria yang tak berakal sepanjang hari. Jengah aku mendengar perkataanya. Sehingga aku harus mengambil jalan pintas sendiri dengan menodainya dengan beberapa temanku, agar ia tahu mulut itu bukan sekedar pengucap pr*muria belaka.
Kalau Laila, karena ia yang telah membuat orang tuamu bercerai 2 tahun lalu, ia lah yang berselingkuh dengan ayahmu, jujur aku tidak memberitahumu karena aku tak kuasa melihat air mata di pipimu. Maafkan aku Senja atas semua ini, semoga kamu tenang di dunia sana karena aku telah menghabisi semua penggangu kehidupanmu
Salam sayang Elang
Cerpen Karangan: Salman Achmad Perkasa
Seorang yang ingin tahu kenapa pelangi memiliki kombinasi 7 warna.
Seorang yang ingin tahu kenapa pelangi memiliki kombinasi 7 warna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar