(penulis novel)
Andrea Hirata Seman Said Harun lahir di pulau Belitung 24 Oktober 1982, Andrea Hirata sendiri merupakan anak keempat dari pasangan Seman Said Harunayah dan NA Masturah. Ia dilahirkan di sebuah desa yang termasuk desa miskin dan letaknya yang cukup terpelosok di pulau Belitong. Tinggal di sebuah desa dengan segala keterbatasan memang cukup mempengaruhi pribadi Andrea sedari kecil. Ia mengaku lebih banyak mendapatkan motivasi dari keadaan di sekelilingnya yang banyak memperlihatkan keperihatinan.
Nama Andrea Hirata sebenarnya bukanlah nama pemberian dari kedua orang tuanya. Sejak lahir ia diberi nama Aqil Barraq Badruddin. Merasa tak cocok dengan nama tersebut, Andrea pun menggantinya dengan Wadhud. Akan tetapi, ia masih merasa terbebani dengan nama itu. Alhasil, ia kembali mengganti namanya dengan Andrea Hirata Seman Said Harun sejak ia remaja.
“Andrea diambil dari nama seorang wanita yang nekat bunuh diri bila penyanyi pujaannya, yakni Elvis Presley tidak membalas suratnya,” ungkap Andrea.
Sedangkan Hirata sendiri diambil dari nama kampung dan bukanlah nama orang Jepang seperti anggapan orang sebelumnya. Sejak remaja itulah, pria asli Belitong ini mulai menyandang nama Andrea Hirata. Andrea tumbuh seperti halnya anak-anak kampung lainnya. Dengan segala keterbatasan, Andrea tetap menjadi anak periang yang sesekali berubah menjadi pemikir saat menimba ilmu di sekolah. Selain itu, ia juga kerap memiliki impian dan mimpi-mimpi di masa depannya.
Seperti yang diceritakannya dalam novel Laskar Pelangi, Andrea kecil bersekolah di sebuah sekolah yang kondisi bangunannya sangat mengenaskan dan hampir rubuh. Sekolah yang bernama SD Muhamadiyah tersebut diakui Andrea cukuplah memperihatinkan. Namun karena ketiadaan biaya, ia terpaksa bersekolah di sekolah yang bentuknya lebih mirip sebagai kandang hewan ternak. Kendati harus menimba ilmu di bangunan yang tak nyaman, Andrea tetap memiliki motivasi yang cukup besar untuk belajar. Di sekolah itu pulalah, ia bertemu dengan sahabat-sahabatnya yang dijuluki dengan sebutan Laskar Pelangi.
Di SD Muhamadiyah pula, Andrea bertemu dengan seorang guru yang hingga kini sangat dihormatinya, yakni NA (Nyi Ayu) Muslimah.
“Saya menulis buku Laskar Pelangi untuk Bu Muslimah,” ujar Andrea dengan tegas kepada Realita.
Kegigihan Bu Muslimah untuk mengajar siswa yang hanya berjumlah tak lebih dari 11 orang itu ternyata sangat berarti besar bagi kehidupan Andrea. Perubahan dalam kehidupan Andrea, diakuinya tak lain karena motivasi dan hasil didikan Bu Muslimah. Sebenarnya di Pulau Belitong ada sekolah lain yang dikelola oleh PN Timah.
Namun, Andrea tak berhak untuk bersekolah di sekolah tersebut karena status ayahnya yang masih menyandang pegawai rendahan. “Novel yang saya tulis merupakan memoar tentang masa kecil saya, yang membentuk saya hingga menjadi seperti sekarang,” tutur Andrea yang memberikan royalti novelnya kepada perpustakaan sebuah sekolah miskin ini.
Tentang sosok Muslimah, Andrea menganggapnya sebagai seorang yang sangat menginspirasi hidupnya. “
Perjuangan kami untuk mempertahankan sekolah yang hampir rubuh sangat berkesan dalam perjalanan hidup saya,” ujar Andrea.
Berkat Bu Muslimah, Andrea mendapatkan dorongan yang membuatnya mampu menempuh jarak 30 km dari rumah ke sekolah untuk menimba ilmu. Tak heran, ia sangat mengagumi sosok Bu Muslimah sebagai salah satu inspirator dalam hidupnya. Menjadi seorang penulis pun diakui Andrea karena sosok Bu Muslimah. Sejak kelas 3 SD, Andrea telah membulatkan niat untuk menjadi penulis yang menggambarkan perjuangan Bu Muslimah sebagai seorang guru. “Kalau saya besar nanti, saya akan menulis tentang Bu Muslimah,” ungkap penggemar penyanyi Anggun ini. Sejak saat itu, Andrea tak pernah berhenti mencoret-coret kertas untuk belajar menulis cerita.
Setelah menyelesaikan pendidikan di kampung halamannya, Andrea lantas memberanikan diri untuk merantau ke Jakarta selepas lulus SMA. Kala itu, keinginannya untuk menggapai cita-cita sebagai seorang penulis dan melanjutkan ke bangku kuliah menjadi dorongan terbesar untuk hijrah ke Jakarta. Saat berada di kapal laut, Andrea mendapatkan saran dari sang nahkoda untuk tinggal di daerah Ciputat karena masih belum ramai ketimbang di pusat kota Jakarta. Dengan berbekal saran tersebut, ia pun menumpang sebuah bus agar sampai di daerah Ciputat. Namun, supir bus ternyata malah mengantarkan dirinya ke Bogor. Kepalang tanggung, Andrea lantas memulai kehidupan barunya di kota hujan tersebut.
Beruntung bagi dirinya, Andrea mampu memperoleh pekerjaan sebagai penyortir surat di kantor pos Bogor. Atas dasar usaha kerasnya, Andrea berhasil melanjutkan pendidikannya di Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Merasakan bangku kuliah merupakan salah satu cita-citanya sejak ia berangkat dari Belitong. Setelah
BIOGRAFI DEWI LESTARI (penulis novel)
Dewi Lestari Simangunsong yang akrab dipanggil Dee (lahir di Bandung, Jawa Barat, 20 Januari 1976; umur 34 tahun) adalah seorang penulis dan penyanyi asal Indonesia. Lulusan jurusan Hubungan Internasional Universitas Parahyangan ini awalnya dikenal sebagai anggota trio vokal Rida Sita Dewi. Sejak menerbitkan novel Supernova yang populer pada tahun 2001, ia juga dikenal luas sebagai novelis.
Dee terlahir sebagai anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Yohan Simangunsong dan Turlan br Siagian (alm). Sejak kecil Dee telah akrab dengan musik. Ayahnya adalah seorang anggota TNI yang belajar piano secara otodidak. Sebelum bergabung dengan Rida Sita Dewi (RSD), Dee pernah menjadi backing vocal untuk Iwa K, Java Jive dan Chrisye. Sekitar bulan Mei 1994, ia bersama Rida Farida dan Indah Sita Nursanti bergabung membentuk trio Rida Sita Dewi (RSD) atas prakarsa Ajie Soetama dan Adi Adrian.
Sebelum Supernova keluar, tak banyak orang yang tahu kalau Dee telah sering menulis. Tulisan Dee pernah dimuat di beberapa media. Salah satu cerpennya berjudul "Sikat Gigi" pernah dimuat di buletin seni terbitan Bandung, Jendela Newsletter, sebuah media berbasis budaya yang independen dan berskala kecil untuk kalangan sendiri. Tahun 1993, ia mengirim tulisan berjudul "Ekspresi" ke majalah Gadis yang saat itu sedang mengadakan lomba menulis dimana ia berhasil mendapat hadiah juara pertama. Tiga tahun berikutnya, ia menulis cerita bersambung berjudul "Rico the Coro" yang dimuat di majalah Mode. Bahkan ketika masih menjadi siswa SMU 2 Bandung, ia pernah menulis sendiri 15 karangan untuk buletin sekolah.
Novel pertamanya yang sensasional, Supernova Satu : Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh, dirilis 16 Februari 2001. Novel yang laku 12.000 eksemplar dalam tempo 35 hari dan terjual sampai kurang lebih 75.000 eksemplar ini banyak menggunakan istilah sains dan cerita cinta. Bulan Maret 2002, Dee meluncurkan “Supernova Satu” edisi Inggris untuk menembus pasar internasional dengan menggaet Harry Aveling (60), ahlinya dalam urusan menerjemahkan karya sastra Indonesia ke bahasa Inggris.
Supernova pernah masuk nominasi Katulistiwa Literary Award (KLA) yang digelar QB World Books. Bersaing bersama para sastrawan kenamaan seperti Goenawan Muhammad, Danarto lewat karya Setangkai Melati di Sayap Jibril, Dorothea Rosa Herliany karya Kill The Radio, Sutardji Calzoum Bachri karya Hujan Menulis Ayam dan Hamsad Rangkuti karya Sampah Bulan Desember.
Sukses dengan novel pertamanya, Dee meluncurkan novel keduanya, Supernova Dua berjudul "Akar" pada 16 Oktober 2002. Novel ini sempat mengundang kontroversi karena dianggap melecehkan umat Hindu.
Sukses dengan novel pertamanya, Dee meluncurkan novel keduanya, Supernova Dua berjudul "Akar" pada 16 Oktober 2002. Novel ini sempat mengundang kontroversi karena dianggap melecehkan umat Hindu.
Umat Hindu menolak dicantumkannya lambang OMKARA/AUM yang merupakan aksara suci BRAHMAN Tuhan yang Maha Esa dalam HINDU sebagai cover dalam bukunya. Akhirnya disepakati bahwa lambang Omkara tidak akan ditampilkan lagi pada cetakan ke 2 dan seterusnya.
Pada bulan Januari 2005 Dee merilis novel ketiganya, Supernova episode PETIR. Kisah di novel ini masih terkait dengan dua novel sebelumnya. Hanya saja, ia memasukkan 4 tokoh baru dalam PETIR. Salah satunya adalah Elektra, tokoh sentral yang ada di novel tersebut.
Pada bulan Januari 2005 Dee merilis novel ketiganya, Supernova episode PETIR. Kisah di novel ini masih terkait dengan dua novel sebelumnya. Hanya saja, ia memasukkan 4 tokoh baru dalam PETIR. Salah satunya adalah Elektra, tokoh sentral yang ada di novel tersebut.
Lama tidak menghasilkan karya, pada bulan Agustus 2008, Dee merilis novel terbarunya yaitu RECTOVERSO yang merupakan paduan fiksi dan musik. Tema yang diusung adalah Sentuh Hati dari Dua Sisi. Recto Verso-pengistilahan untuk dua citra yang seolah terpisah tapi sesungguhnya satu kesatuan. Saling melengkapi. Buku RECTOVERSO terdiri dari 11 fiksi dan 11 lagu yang saling berhubungan. Tagline dari buku ini adalah Dengar Fiksinya, Baca Musiknya. Website khusus mengenai ulasan buku RECTOVERSO ada di www.dee-rectoverso.com
Pada Agustus 2009, Dee menerbitkan novel Perahu Kertas
Pada Agustus 2009, Dee menerbitkan novel Perahu Kertas
Biografi Habiburrahman El Shirazy
(penulis novel)
Habiburrahman El Shirazy, lahir di Semarang pada hari kamis 30 september 1976. Memulai pendidikan menengahnya di MTS Futuhiyyah I Mranggen sambil belajar kitab kuning di Pondok Pesantren Al Anwar, Mranggen, Demak di bawah asuhan KH. Abdul Bashir Hamzah.
Pada tahun 1992 ia merantau ke kota Budaya Surakarta untuk belajar di Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) Surakarta, lulus pada tahun 1995. Setelah itu melanjutkan pengembaraan intelektualnya ke Fak.Ushuluddin, Jurusan Hadis, Universitas Al-Ashar, Cairo dan selesai pada tahun 1999.
Telah merampungkan Postgraduate Diploma(Pg.D) 52 di The Institute for Islamie Studies in Cairo yang didirikan oleh imam Al-Baiquri (2001). Profil diri dan karyanya pernah menghiasi beberapa Koran dan majalah, baik lokal maupun nasional seperti Solo Pos, Republika Anninda, Saksi, Sabilli, Muslimah, dll.
Kang Abik demikian novelis muda ini biasa di panggil adik-adiknya semasa di SLTA pernah menulis naskah teatrikal puisi berjudul "Dzikir Dajjal" sekaligus menyutradarai pementasannya bersama teater Mbangbung di Gedung Seni Wayang Orang Srwedari Surakarta(1994). Pernah meraih juara I lomba menulis artikel se-MAN Surakarta(1994). Pernah menjadi pemenang juara I dalam lomba baca puisi religius tingkat SLTA se-Jateng (diadakan oleh panitia book fair '94 dan ICMI On /il Jateng di Semarang,1994), Pemenang I lomba pidato tingkat remaja se-eks Karesidenan Surakarta (diadakan oleh Jamaah Masjid Nurul Huda UNS Surakarta" lgg).
Kang Abik juga pemenang I lomba pidato bahasa Arab se-Jateng dan DIY yang diadakan IMABA UGM Yogyakarta(1994). Pernah mengudara di radio JPI Surakarta selama satu tahun (1994-1995) mengisi acara Syarhil Qur’an setiap jumat pagi. Pernah menjadi pemenang terbaik ke-5 dalam lomba KIR tingkat SLTA se-Jateng yang diadakan oleh Kanwil P dan K Jateng (1995) dengan judul tulisan, Analisis Dampak Film Laga Terhadap Kepribadian Remaja.
Ketika menempuh studio di Cairo, Mesir, Kang Abik pernah memimpin kelompok kajian MISYKATI (Majelis Intensif Studi Yurisprudens dan Kajian Pengetahuan Islam) di Cairo (l996-l997). Pernah terpilih menjadi duta Indonesia untuk mengikuti perkemahan Pemuda Islam Internasional Indonesia" yang diadakan oleh WAMY (The Wortd Assembly of Moslem Youth) selama sepuluh hari di kota Ismailia, Mesir (Juli 1996). Dalam perkemahan itu, ia berkesempatan memberi orasi bejudul
“Tahqiqul Amni Was Salam FiI 'Alam Bil Islam" (Realisasi Keamanan dan perdamaian di Dunia dengan Islam). Orasi tersebut terpilih sebagai orasi kedua dari semua orasi yang disampaikan peserta perkemahan berskala internasional tersebut.
Pernah aktif di Majelis Sinergi Kalam (MASIKA) ICMI Orsat Cairo (1998-2000), dan pernah menjadi koordinator sastra Islam ICMI Orsat Cairo selama 2 periode (1998-2000 dan 2000-2002). Sastrawan ini juga pernah dipercaya untuk duduk dalam Dewan Asaatidz Pesantren Virtual Nahdhatul Ulama yang ada di Cairo, dan sempat memprakasai berdirinya Forum Lingkar Pena (FLP) dan Komunitas Sastra Indonesia (KSl) di Cairo. Selain itu, Kang Abik telah menghasilkan beberapa naskah drama dan menyutradarai pentasnya di Cairo diantaranya:
l. Wa Islama (1999)
2. Sang Kyai dan Sang Durjana (gubahan atas karya Dr. Yusuf Qardhawi yang
bejudul 'Alim Wa Thaghiyyah, 200O)
3. Darah Syuhada (2000)
l. Wa Islama (1999)
2. Sang Kyai dan Sang Durjana (gubahan atas karya Dr. Yusuf Qardhawi yang
bejudul 'Alim Wa Thaghiyyah, 200O)
3. Darah Syuhada (2000)
Tulisannya berjudul membaca Insaniyyah Al Islam terkodifikasi dalam buku Wacana Islam Universal (diterbitkan oleh Kelompok Kajian MISYKATI Cairo, 1998). Berkesempatan menjadi Ketua Tim Kodifikasi dan Editor Antologi Puisi Negri Seribu menara "Nafas Peradaban" (Diterbitkan oleh ICMI Orsat Cairo, 2000). Kang Abik telah menghasilkan beberapa karya terjemahan, seperti:
l. Ar-Rasul (GIP, 2001)
2. Biografi Umar bin Abdul Aziz (GIP, 2005)
3. Menyucikan Jiwa (G1P, 2005)
4. Rihlah llallah (Era Intermedia, 2004)
l. Ar-Rasul (GIP, 2001)
2. Biografi Umar bin Abdul Aziz (GIP, 2005)
3. Menyucikan Jiwa (G1P, 2005)
4. Rihlah llallah (Era Intermedia, 2004)
5. Dan lain-lain
Cerpen-cerpennya termuat dalam antologi Ketika Duka Tersenyum (FBA, 2001), Merah di Jenin, (F8A, 2002) dan Ketika Cinta Menemukanmu (GIP, 2004), dan lain-lain.
Sebelum pulang ke lndonesia, di tahun 2002, Kang Abik diundang oleh Dewan Pustaka dan Dewan Malaysia selama 5 hari (1-5 Oktober) untuk membacakan puisi-puisinya berkeliling Malaysia dalam momen Kuala Lumpur World Poetry Reading ke-9, bersama penyair-penyair dunia lainnya. Puisinya juga termuat dalan Antologi Puisi Dunia PPDKL (2002) dan Masalah Dewan Sastra Q002) yang diterbitkan Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia dalam 2 bahasa yaitu Inggris dan Melayu.
Sebelum pulang ke lndonesia, di tahun 2002, Kang Abik diundang oleh Dewan Pustaka dan Dewan Malaysia selama 5 hari (1-5 Oktober) untuk membacakan puisi-puisinya berkeliling Malaysia dalam momen Kuala Lumpur World Poetry Reading ke-9, bersama penyair-penyair dunia lainnya. Puisinya juga termuat dalan Antologi Puisi Dunia PPDKL (2002) dan Masalah Dewan Sastra Q002) yang diterbitkan Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia dalam 2 bahasa yaitu Inggris dan Melayu.
Bersama penyair dunia yang lain, puisi Kang Abik juga dimuat dalam Imbauan PPDKL (1986- 2002) yang diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia (2004). Pada media pertengahan Oktober 2002, Kang Abik tiba di Tanah Air, saat itu juga Ia langsung diminta oleh Pusat Pengembangan Mutu Pendidikan (P2MP) Jakarta untuk ikut mentashih Kamus Populer Arab-Indonesia yang disusun oleh KMNU Mesir dan di terbitkan oleh Diva Pustaka Jakarta (Juni 2003). Ia juga di minta menjadi kontributor penyusunan Ensiklopedi Intelektualisme Pesantren; Potret Tokoh dan pemikirannya, (terdiri atas tiga jilid dan diterbitkan oleh Diva Pustaka Jakarta, 2003).
Mengikuti panggilan jiwa, antara tahun 2003-2004, Kang Abik memilih memdedikasikan ilmunya di MAN 1 Yogyakarta. Selanjutnya, sejaktahun 2004 hingga tahun 2006 ini, Kang Abik tercatat sebagai dosen di Lembaga Pengajaran Bahasa Arab dan Islam Abu Bakar Ash shiddiq UMS Surakarta.
Selain pernah menjadi dosen di UMS Surakarta, kini Kang Abik sepenuhnya mendedikasikan dirinya di dunia dakwah dan pendidikan lewat karya-karyanya, lewat Pe santren Karya dan Wirausaha BASMALA INDONESIA, yang sedang dirintisnya bersama sang adik tercinta, Anif Sirsaeba dan budayawan kondang Prie GS di Semarang dan lewat wajihah dakwah lainnya.
Selain pernah menjadi dosen di UMS Surakarta, kini Kang Abik sepenuhnya mendedikasikan dirinya di dunia dakwah dan pendidikan lewat karya-karyanya, lewat Pe santren Karya dan Wirausaha BASMALA INDONESIA, yang sedang dirintisnya bersama sang adik tercinta, Anif Sirsaeba dan budayawan kondang Prie GS di Semarang dan lewat wajihah dakwah lainnya.
Berikut ini adalah beberapa karya Kang Abik, yang telah terbit, Ketika Cinta Berbuah Surga (MQS Publishing, 2005), Pudarnya Pesona Cleopatra (Republika, 2005), Ayat- Ayat Cinta (Republika-Basmala, 2004), Di Atas Sajadah Cinta (Republika- Basmala, 2005, Ketika cinta Bertasbih 1 & 2 (yang Anda genggam), dan Dalam Mihrab Cinta (Republika-Basmala, 2007. Kini sedang merampungkan Langit Makkah Berwarna Merah, Bidadari Bermata Bening, dan Bulan Madu di Yerussalem.
Hans Christian Andersen
Hans Christian Andersen (lahir di Odense, Denmark bagian selatan, 2 April 1805 – meninggal di Rolighed dekat Kopenhagen, Denmark, 4 Agustus 1875 pada umur 70 tahun) adalah seorang penulis dan penyair berkebangsaan Denmark yang paling terkenal berkat karya dongengnya.
Andersen lahir di kawasan kumuh kota Odense, Denmark bagian selatan, pada 2 April 1805. Ayahnya, Hans Andersen adalah seorang pembuat sepatu yang miskin dan buta huruf yang merasa dirinya masih keturunan bangsawan. Sedangkan ibunya Anne Marie Andersdatter, bekerja sebagai buruh cuci.
Walau besar dalam lingkungan yang miskin, sejak kecil Hans Christian Andersen sudah mengenal berbagai cerita dongeng. Ia juga akrab dengan pertunjukkan sandiwara. Kendati tak mengenal bangku sekolah dan percaya takhayul, sang ibunya yang membuat H.C Andersen berkenalan dengan certa-cerita Rakyat.
Di kemudian hari, H.C. Andersen sempat melukiskan sosok sang Ibu dalam berbagai novelnya, misalnya dari cerita yang berjudul Hun Duede Ikke. Sayang Ibunya belakangan terjebak menjadi seorang pemabuk berat sebelum wafat pada 1833 di sebuah panti jompo.
Ayahnya seorang pencinta sastra. Lelaki itu kerap mengajak Hans menonton pertunjukkan sandiwara. Dalam otobiografinya, The True Story of My Life yang terbit pada tahun 1846, H.C. Andersen menulis, "Ayah memuaskan semua dahagaku. Ia seolah hidup hanya untukku. Setiap Minggu ia membuatkan gambar-gambar dan membacakan certa-cerita dongeng. hanya pada saat-saat seperti inilah aku melihat dia begitu riang, karena sesungguhnya ia tak pernah bahagia dalam kehidupannya sebagai seorang pengrajin sepatu". Pada tahun 1816 ayah H.C Andersen meninggal.
Sikap dan pengalaman dari orang tua itulah yang membuah H.C. Andersen tertarik dengan dunia mainan, cerita, sandiwara termasuk karya William Shakespeare.
Setelah ayahnya meninggal. H.C. Andersen yang belum lama mengenyam pendidikan formal akhirnya bekerja serabutan di antaranya pernah bekerja di sebuah pabrik rokok, magang di sebuah penjahit dan bekerja sebagai penenun. Ia terpaksa memburuh untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pada tahun 1819, ia pindah menuju ibu kota Denmark, Kopenhagen. Di sana ia berharap untuk menjadi seorang aktor, penyanyi atau penari. Tiga tahun di kota itu, ia menjalani kehidupan yang sulit.
Awalnya, Andersen sempat berhasil bergabung dengan Royal Theater. Tetapi ketika suaranya berubah karena masa pubertas, ia terpaksa meninggalkan panggung sandiwara. Andersen kemudian meninggalkan peran sebagai aktor dan penyanyi. Ia merasa lebih tepat dittunjuk sebagai penyair. Anderson mencoba menjadi seorang penulis sandiwara. tetapi sayang, semua karyanya ditolak dimana-mana.
Pada masa-masa sulit itulah dia bertemu dengan Raja Denmark, Frederik VI, yang tertarik dengan penampilan Hans muda. Raja Frederick kemudian mengirimkan Andersen untuk bersekolah. Berkat kebaikan raja, Andersen berkesempatan mengenyam pendidikan di sebuah sekolah bahasa di Slagelse dan Elsinore hingga 1927. Sebelum sekolah, ia sempat menerbitkan jilid pertama karyanya yang berjudul The Gost at Palnatoke's Grave (1822).
Di bangku sekolah, Andersen termasuk siswa tertinggal, lagipula dia menjalaninya dengan setengah hati. Menurutnya, kurun masa sekolah adalah masa-masa gelap dan menyakitkan dalam hidupnya. Dia merasa sangat tidak nyaman berada di tengah para siswa yang berusia enam tahun lebih muda dari dirinya. Kepala sekolahnya yang bernama Meilsing, yang rumahnya sempat ditempati Andersen, menyebut karakter pemuda ini sangat sensitf dan sukar ditenggang.
Beruntung, setamat dari sekolah bahasa, Andersen melanjutkan studi ke Universitas Kopenhagen. Salah seorang direktur Royal Theater, Jonas Collin, mendesak dia untuk menjalani pendidikan sampai tamat dan dia pula yang membiayai. Sambil kuliah, pada tahun 1828 Hans Christian menulis kisah perjalanan yang berjudul Fodreise fra Holmens Kanal Til Ostpynten af Amager (Berjalan kaki dari Kanal Holmen ke Titik Timur Amager).
Kisah ini mendapat sambutan yang luar biasa. Andersen menggarap ceritanya dengan meminjam gaya penulisan E.T.A Hoffmann seorang pengarang roman asal Jerman. Sejak itu, puisinya yang berjudul "The Dying Child" diterbitkan oleh sebuah jurnal sastra di Kopenhagen. Pada tahun 1829, Royal Theater juga mementaskan drama musik karya Andersen.
Andersen juga menuangkan kisah pribadinya dalam kumpulan puisi berjudul "Phantasier og Skisser" pada saat jatuh cinta pada Riborg Voigt. Sayang, cintanya tidak bersambut, karena perempuan itu menikah dengan lelaki lain pada 1831. "Aku benar-benar ingin mati saja", ujarnya kepada Edvard, anak laki-laki Jonas Collin. Saat itu secara tidak sadar ia menggemakan melankoli ala Goethe dalam "The Sorrows of young Werther". Meskipun ia tidak pernah bertemu Goethe, penyair Jerman sekalipun Goethe masih hidup ketika Hans berkelana ke Jerman.
Hans Christian Andersen pergi berkelana ke luar negeri selain Jerman. Hingga 1833, Raja Frederick VI bersedia membiayai seluruh perjalanan Andersen ke Perancis, Swedia, Spanyol, Portugal, Italia bahkan hingga Timur Tengah.
Berbagai kunjungan itu melahirkan setumpuk kisah perjalanan. Ketika melawat ke Paris, Andersen bertemu dengan Victor Hugo, Alexandre Dumas, Heinrich Heine dan Balzac. Di tengah perjalanan panjang ini pula, ia sempat menyelesaikan penulisan "Agnette and the Merman".
Pada awal 1835, novel pertama Andersen terbit dan meraih sukses besar. Sebagai novelis, ia membuat terobosan lewat The Imrpvisator, karya yang ditulisnya pada tahun yang sama. Cerita yang mengambil setting Italia inimencerminkan kisah hidupnya sendiri; melukiskan upaya seorang bocah miskin masuk ke dalam lingkungan pergaulan masyarakat. Malah sampai akhir hayatnya, buku The Improvisatore inilah yang paling banyak dibaca orang banyak dibandingkan dengan karya karya Andersen yang lain. Sejak buku ini terbit, masa masa sulit Andersen mulai berubah. Sepanjang 1835, ia meluncurkan tujuh cerita dongeng yang disusun jauh hari sebelumnya.
Novel dan karya-karyanya
Untuk menggenapkan karyanya, Andersen melahirkan karya-karya novel baru pada 1836 dan 1837. Disamping puluhan cerita dongeng yang terbit dalam kurun waktu tersebut, novel kedua, O.T dan Only A Fiddler. Ia juga berpolemik dengan filusuf Denmark terkemuka, Soren Aabye Kierkegaard.
Lewat buku berjudul Af En Endnu Levendes papirer yang terbit pada tahun 1838, filsuf Denmark tersebut mengkritik habis novel-novel Andersen. "Pergulatan hidup tak menyenangkan yang dialami Andersen kini terulang lewat karya-karyanya," tulis kierkegaard.Kritik itu segera dijawab Andersen lewat karyanya yang terbit pada 1840 yang berjudul En Comedie I det Gronne. Ia menyerang Kierkegaard dengan cerita yang menggambarkan betapa tidak praktisnya pemikiran sang filsuf tadi.
Kendati novel-novelnya mendapat sambutan besar, nama Hans Christian Andersen di dunia justru menjulang sebagai penulis dongeng anak-anak. Pada 1835, ia meluncurkan cerita anak-anak Tales for Children dalam bentuk buku saku berharga murah. Lalu kumpulan cerita bertajuk Fairy Tales and Story digarapnya dalam kurun 1836-1872.
Serial anak-anaknya yang kebanyakan terbit pada hari Natal itu tidak hanya kisah kisah yang dibuat olehnya. Andersen juga mengungkap kembali dongeng anak-anak yang kerap didengarnya semasa kecil. Sepanjang hayatnya ia menulis 156 cerita. Dari jumlah itu, 12 dongeng ditulisnya berdasarkan cerita rakyat Denmark. Selebihnya merupakan cerita khayali yang lahir dari buah pikirannya sendiri.
Dua dari cerita dongengnya yang amat kesohor, The Little Mermaid dan The Emperor's New Clothes, diterbitkan dalam kumpulan cerita pada 1837. Tujuh dongengnya yang lain: Little Ugly Duckling, The Tinderbox, Little Claus and Big Claus, Princess and the Pea, The Snow Queen, The Nightingale dan The Steadfast Tin Soldier, juga dikenal di berbagai belahan dunia sebagai cerita yang kerap didongengkan pada anak-anak.
Lewat berbagai karyanya, Andersen dinilai menerobos pagar-pagar baku yang dianut pengarang Denmark pada masa itu. Baik gaya penceritaan maupun isi ceritanya berhasil memasukkan idiom-idiom dan bahasa lisan yang merupakan hal baru dalam dunia 'kepengarangan' negeri itu. Ia memasukkan pesan dan nilai moral dalam ceritanya tanpa menggurui sama sekali.
Bisa dilihat dari kisah dongeng The Emperor's new Clothes. Pesan bahwa keserakahan itu tidak baik disampaikan Andersen lewat parodi raja lalim yang cukup menggelikan itu. Salah satu ciri lain yang menonjol dalam cerita dongeng Andersen adalah hadirnya kaum papa dan mereka yang tidak beruntung dalam hidup.
Dalam sebagian besar karyanya pun tampak optimismenya bahwa yang baik akan selalu menang dan meraih akhir yang bahagia. Kecuali kisah The little Mermaid dan The Little Match Girl yang berakhir dengan kesedihan. Dalam The Little Mermaid misalnya, Andersen berusaha mengungkapkan bahwa betapa keinginan meraih hal yang diimpikan memiliki pengorbanan dan ternyata bisa berbuah nestapa.
Setelah berkelana lagi di Paris, Andersen jatuh sakit pada musim semi 1872. beberapa penyakit menggerogoti lelaki kurus ini. Selama tiga tahun terbaring tanpa daya di Rolighed dekat Kopenhagen, pengarang legendaris ini wafat pada 4 Agustus 1874. Ia dimakamkan dipemakaman khusus Kopenhagen.
Sepanjang hayatnya, H.C Andersen tidak pernah menikah. Patah hati mendalam rupanya dialami pengarang besar ini setelah cinta matinya kepada penyanyi opera berdarah Swedia, Jenny Lind, ternyata bertepuk sebelah tangan. Di peristirahatannya yang terakhir, H.C. Andersen hanya ditemani oleh guru sekaligus sahabatnya, Jonas Collin, yang dimakamkan bersebelahan dengannya
Taufiq Ismail
(sastrawan Indonesia)
Taufiq Ismail gelar Datuk Panji Alam Khalifatullah, (lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 25 Juni 1935; umur 76 tahun), ialah seorang sastrawan Indonesia.
Taufiq Ismail lahir dari pasangan A. Gaffar Ismail (1911-1998) asal Banuhampu, Agam dan Sitti Nur Muhammad Nur (1914-1982) asal Pandai Sikek, Tanah Datar, Sumatera Barat.[1] Ayahnya adalah seorang ulama dan pendiri PERMI. Ia menghabiskan masa SD di Solo, Semarang, dan Yogyakarta, SMP di Bukittinggi, dan SMA di Pekalongan. Taufiq tumbuh dalam keluarga guru dan wartawan yang suka membaca. Ia telah bercita-cita menjadi sastrawan sejak masih SMA. Dengan pilihan sendiri, ia menjadi dokter hewan dan ahli peternakan karena ingin memiliki bisnis peternakan guna menafkahi cita-cita kesusastraannya. Ia tamat FKHP-UI Bogor pada 1963 tapi gagal punya usaha ternak yang dulu direncanakannya di sebuah pulau di Selat Malaka.
Semasa kuliah aktif sebagai Aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII), Ketua Senat Mahasiswa FKHP-UI (1960-1961) dan WaKa Dewan Mahasiswa UI (1961-1962).
Di Bogor pernah jadi guru di SKP Pamekar dan SMA Regina Pacis, juga mengajar di IPB. Karena menandatangani Manifesto Kebudayaan, gagal melanjutkan studi manajemen peternakan di Florida (1964) dan dipecat sebagai dosen di Institut Pertanian Bogor. Ia menulis di berbagai media, jadi wartawan, salah seorang pendiri Horison (1966), ikut mendirikan DKJ dan jadi pimpinannya, Pj. Direktur TIM, Rektor LPKJ dan Manajer Hubungan Luar Unilever. Penerima beasiswa AFS International Scholarship, sejak 1958 aktif di AFS Indonesia, menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Yayasan Bina Antarbudaya, penyelenggara pertukaran pelajar antarbangsa yang selama 41 tahun (sejak 1957) telah mengirim 1700 siswa ke 15 negara dan menerima 1600 siswa asing di sini. Taufiq terpilih menjadi anggota Board of Trustees AFSIS di New York, 1974-1976.
Pengkategoriannya sebagai penyair Angkatan '66 oleh Hans Bague Jassin merisaukannya, misalnya dia puas diri lantas proses penulisannya macet. Ia menulis buku kumpulan puisi, seperti Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Tirani dan Benteng, Tirani, Benteng, Buku Tamu Musim Perjuangan, Sajak Ladang Jagung, Kenalkan, Saya Hewan, Puisi-puisi Langit, Prahara Budaya:Kilas Balik Ofensif Lekra/PKI dkk, Ketika Kata Ketika Warna, Seulawah-Antologi Sastra Aceh, dan lain-lain.
Banyak puisinya dinyanyikan Himpunan Musik Bimbo, pimpinan Samsudin Hardjakusumah, atau sebaliknya ia menulis lirik buat mereka dalam kerja sama. Iapun menulis lirik buat Chrisye, Yan Antono (dinyanyikan Ahmad Albar) dan Ucok Harahap. Menurutnya kerja sama semacam ini penting agar jangkauan publik puisi lebih luas.
Taufiq sering membaca puisi di depan umum. Di luar negeri, ia telah baca puisi di berbagai festival dan acara sastra di 24 kota Asia, Australia, Amerika, Eropa, dan Afrika sejak 1970. Baginya, puisi baru ‘memperoleh tubuh yang lengkap’ jika setelah ditulis, dibaca di depan orang.
Pada April 1993 ia membaca puisi tentang Syekh Yusuf dan Tuan Guru, para pejuang yang dibuang VOC ke Afrika Selatan tiga abad sebelumnya, di 3 tempat di Cape Town (1993), saat apartheid baru dibongkar. Pada Agustus 1994 membaca puisi tentang Laksamana Cheng Ho di masjid kampung kelahiran penjelajah samudra legendaris itu di Yunan, RRC, yang dibacakan juga terjemahan Mandarinnya oleh Chan Maw Yoh.
Bosan dengan kecenderungan puisi Indonesia yang terlalu serius, di awal 1970-an menggarap humor dalam puisinya. Sentuhan humor terasa terutama dalam puisi berkabar atau narasinya. Mungkin dalam hal ini tiada teman baginya di Indonesia. Antologi puisinya berjudul Rendez-Vous diterbitkan di Rusia dalam terjemahan Victor Pogadaev dan dengan ilustrasi oleh Aris Aziz dari Malaysia (Rendez-Vous. Puisi Pilihan Taufiq Ismail. Moskow: Humanitary, 2004.)
Mendapat Anugerah Seni dari Pemerintah (1970), Cultural Visit Award Pemerintah Australia (1977), South East Asia Write Award dari Kerajaan Thailand (1994), Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa (1994). Dua kali ia menjadi penyair tamu di Universitas Iowa, Amerika Serikat (1971-1972 dan 1991-1992), lalu pengarang tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur (1993).
Chairil Anwar
(sastrawan Indonesia)
Chairil Anwar (lahir di Medan, Sumatera Utara, 26 Juli 1922 – meninggal di Jakarta, 28 April 1949 pada umur 26 tahun), dijuluki sebagai "Si Binatang Jalang" (dari karyanya yang berjudul Aku), adalah penyair terkemuka Indonesia. Ia diperkirakan telah menulis 96 karya, termasuk 70 puisi. Bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, ia dinobatkan oleh H.B. Jassin sebagai pelopor Angkatan '45 sekaligus puisi modern Indonesia.
Chairil lahir dan dibesarkan di Medan, sebelum pindah ke Batavia (sekarang Jakarta) dengan ibunya pada tahun 1940, dimana ia mulai menggeluti dunia sastra. Setelah mempublikasikan puisi pertamanya pada tahun 1942, Chairil terus menulis. Pusinya menyangkut berbagai tema, mulai dari pemberontakan, kematian, individualisme, dan eksistensialisme, hingga tak jarang multi-interpretasi.
Chairil Anwar dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada 26 Juli 1922. Ia merupakan anak satu-satunya dari pasangan Toeloes dan Saleha, keduanya berasal dari kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Jabatan terakhir ayahnya adalah sebagai bupati Inderagiri, Riau. Ia masih punya pertalian keluarga dengan Sutan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia.Sebagai anak tunggal, orang tuanya selalu memanjakannya. Namun, Chairil cenderung bersikap keras kepala dan tidak ingin kehilangan apa pun; sedikit cerminan dari kepribadian orang tuanya.
Chairil Anwar mulai mengenyam pendidikan di Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang pribumi pada masa penjajahan Belanda. Ia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Saat usianya mencapai 18 tahun, ia tidak lagi bersekolah.Chairil mengatakan bahwa sejak usia 15 tahun, ia telah bertekad menjadi seorang seniman.
Pada usia 19 tahun, setelah perceraian orang tuanya, Chairil bersama ibunya pindah ke Batavia (sekarang Jakarta) dimana ia berkenalan dengan dunia sastra; walau telah bercerai, ayahnya tetap menafkahinya dan ibunya. Meskipun tidak dapat menyelesaikan sekolahnya, ia dapat menguasai berbagai bahasa asing seperti Inggris, Belanda, dan Jerman. Ia juga mengisi jam-jamnya dengan membaca karya-karya pengarang internasional ternama, seperti: Rainer Maria Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, Hendrik Marsman, J. Slaurhoff, dan Edgar du Perron. Penulis-penulis tersebut sangat memengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung.
Nama Chairil mulai terkenal dalam dunia sastra setelah pemuatan tulisannya di Majalah Nisan pada tahun 1942, saat itu ia baru berusia 20 tahun. Hampir semua puisi-puisi yang ia tulis merujuk pada kematian. Namun saat pertama kali mengirimkan puisi-puisinya di majalah Pandji Pustaka untuk dimuat, banyak yang ditolak karena dianggap terlalu individualistis dan tidak sesuai dengan semangat Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Ketika menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta, Chairil jatuh cinta pada Sri Ayati tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya. Puisi-puisinya beredar di atas kertas murah selama masa pendudukan Jepang di Indonesia dan tidak diterbitkan hingga tahun 1945. Kemudian ia memutuskan untuk menikah dengan Hapsah Wiraredja pada 6 Agustus 1946. Mereka dikaruniai seorang putri bernama Evawani Alissa, namun bercerai pada akhir
Vitalitas puitis Chairil tidak pernah diimbangi kondisi fisiknya. Sebelum menginjak usia 27 tahun, sejumlah penyakit telah menimpanya. Chairil meninggal dalam usia muda di Rumah Sakit CBZ (sekarang Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo), Jakarta pada tanggal 28 April 1949; penyebab kematiannya tidak diketahui pasti, menurut dugaan lebih karena penyakit TBC. Ia dimakamkan sehari kemudian di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta. Makamnya diziarahi oleh ribuan pengagumnya dari masa ke masa. Hari meninggalnya juga selalu diperingati sebagai Hari Chairil Anwar. Kritikus sastra Indonesia asal Belanda, A. Teeuw menyebutkan bahwa "Chairil telah menyadari akan mati muda, seperti tema menyarah yang terdapat dalam puisi berjudul Jang Terampas Dan Jang Putus".
Selama hidupnya, Chairil telah menulis sekitar 94 karya, termasuk 70 puisi; kebanyakan tidak dipublikasikan hingga kematiannya. Puisi terakhir Chairil berjudul Cemara Menderai Sampai Jauh, ditulis pada tahun 1949, sedangkan karyanya yang paling terkenal berjudul Aku dan Krawang Bekasi. Semua tulisannya baik yang asli, modifikasi, atau yang diduga diciplak, dikompilasi dalam tiga buku yang diterbitkan oleh Pustaka Rakyat. Kompilasi pertama berjudul Deru Campur Debu (1949), kemudian disusul oleh Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus (1949), dan Tiga Menguak Takdir (1950, kumpulan puisi dengan Asrul Sani dan Rivai Apin).
Sampul Buku "Deru Campur Debu"
- Deru Campur Debu (1949)
- Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus (1949)
- Tiga Menguak Takdir (1950) (dengan Asrul Sani dan Rivai Apin)
- "Aku Ini Binatang Jalang: koleksi sajak 1942-1949", disunting oleh Pamusuk Eneste, kata penutup oleh Sapardi Djoko Damono (1986)
- Derai-derai Cemara (1998)
- Pulanglah Dia Si Anak Hilang (1948), terjemahan karya Andre Gide
- Kena Gempur (1951), terjemahan karya John Steinbeck
Terjemahan ke bahasa asing
Karya-karya Chairil juga banyak diterjemahkan ke dalam bahasa asing, antara lain bahasa Inggris, Jerman dan Spanyol. Terjemahan karya-karyanya di antaranya adalah:
- "Sharp gravel, Indonesian poems", oleh Donna M. Dickinson (Berkeley, California, 1960)
- "Cuatro poemas indonesios [por] Amir Hamzah, Chairil Anwar, Walujati" (Madrid: Palma de Mallorca, 1962)
- Chairil Anwar: Selected Poems oleh Burton Raffel dan Nurdin Salam (New York, New Directions, 1963)
- "Only Dust: Three Modern Indonesian Poets", oleh Ulli Beier (Port Moresby [New Guinea]: Papua Pocket Poets, 1969)
- The Complete Poetry and Prose of Chairil Anwar, disunting dan diterjemahkan oleh Burton Raffel (Albany, State University of New York Press, 1970)
- The Complete Poems of Chairil Anwar, disunting dan diterjemahkan oleh Liaw Yock Fang, dengan bantuan H. B. Jassin (Singapore: University Education Press, 1974)
- Feuer und Asche: sämtliche Gedichte, Indonesisch/Deutsch oleh Walter Karwath (Wina: Octopus Verlag, 1978)
- The Voice of the Night: Complete Poetry and Prose of Chairil Anwar, oleh Burton Raffel (Athens, Ohio: Ohio University, Center for International Studies, 1993)
Karya-karya tentang Chairil Anwar
- Chairil Anwar: memperingati hari 28 April 1949, diselenggarakan oleh Bagian Kesenian Djawatan Kebudajaan, Kementerian Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan (Djakarta, 1953)
- Boen S. Oemarjati, "Chairil Anwar: The Poet and his Language" (Den Haag: Martinus Nijhoff, 1972).
- Abdul Kadir Bakar, "Sekelumit pembicaraan tentang penyair Chairil Anwar" (Ujung Pandang: Lembaga Penelitian dan Pengembangan Ilmu-Ilmu Sastra, Fakultas Sastra, Universitas Hasanuddin, 1974)
- S.U.S. Nababan, "A Linguistic Analysis of the Poetry of Amir Hamzah and Chairil Anwar" (New York, 1976)
- Arief Budiman, "Chairil Anwar: Sebuah Pertemuan" (Jakarta: Pustaka Jaya, 1976)
- Robin Anne Ross, Some Prominent Themes in the Poetry of Chairil Anwar, Auckland, 1976
- H.B. Jassin, "Chairil Anwar, pelopor Angkatan '45, disertai kumpulan hasil tulisannya", (Jakarta: Gunung Agung, 1983)
- Husain Junus, "Gaya bahasa Chairil Anwar" (Manado: Universitas Sam Ratulangi, 1984)
- Rachmat Djoko Pradopo, "Bahasa puisi penyair utama sastra Indonesia modern" (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985)
- Sjumandjaya, "Aku: berdasarkan perjalanan hidup dan karya penyair Chairil Anwar (Jakarta: Grafitipers, 1987)
- Pamusuk Eneste, "Mengenal Chairil Anwar" (Jakarta: Obor, 1995)
- Zaenal Hakim, "Edisi kritis puisi Chairil Anwar" (Jakarta: Dian Rakyat, 1996)
Armijn Pane
(sastrwan Indonesia)
Armijn Pane, lahir di Muara Sipongi, Mandailing Natal, Sumatera Utara, 18 Agustus 1908 – meninggal di Jakarta, 16 Februari 1970 pada umur 61 tahun [1] , adalah seorang Sastrawan Indonesia. Pada tahun 1933 bersama Sutan Takdir Alisjahbana dan Amir Hamzah mendirikan majalah Pujangga Baru yang mampu mengumpulkan penulis-penulis dan pendukung lainnya dari seluruh penjuru Hindia Belanda untuk memulai sebuah pergerakan modernisme sastra. [2] Salah satu karya sastranya yang paling terkenal ialah novel Belenggu (1940)[rujukan?]
Setelah lulus ELS di Bukittinggi, Armijn Pane melanjutkan pendidikannya di STOVIA, Jakarta (1923) dan NIAS, Surabaya (1927) (STOVIA dan NIAS adalah sekolah dokter), kemudian pindah ke AMS-A di Solo (lulus pada 1931). [3] Di AMS A-1 (Algemene Middelbare School), ia belajar tentang kesusastraan dan menulis, lulus dari jurusan sastra barat.
Sebagai pelajar di Solo, ia bergabung dengan organisasi pemuda nasional yakni Indonesia Muda, namun politik tampaknya kurang menarik minatnya daripada kesusasteraan. Saat itu ia memulai karirnya sebagai penulis dengan menerbitkan beberapa puisi nasionalis, dan dua tahun kemudian menjadi salah seorang pendiri majalah Pujangga Baru.
Armijn Pane pernah menjadi wartawan surat kabar Soeara Oemoem di Surabaya (1932), mingguan Penindjauan (1934), surat kabar Bintang Timoer (1953), dan menjadi wartawan lepas. Ia pun pernah menjadi guru di Taman Siswa di berbagai kota di Jawa Timur. Menjelang kedatangan tentara Jepang, ia duduk sebagai redaktur Balai Pustaka. Pada zaman Jepang, Armijn bersama kakaknya Sanusi Pane, bekerja di Kantor Pusat Kebudayaan (Keimin Bunka Shidosho) dan menjadi kepala bagian Kesusasteraan Indonesia Modern. Sesudah kemerdekaan, ia aktif dalam bidang organisasi kebudayaan. Ia pun aktif dalam kongres-kongres kebudayaan dan pernah menjadi anggota pengurus harian Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (BMKN)(1950-1955). Ia juga duduk sebagai pegawai tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Bagian Bahasa) hingga pensiun.
Tahun 1969 Armijn Pane menerima Anugerah Seni dari pemerintah RI karena karya dan jasanya dalam bidang sastra. Pada bulan Februari 1970, beberapa bulan setelah menerima penghargaan tersebut, ia meninggal.
Selain menulis puisi dan novel, Armijn Pane juga menulis kritik sastra. Tulisan-tulisannya yang terbit pada Pujangga Baru, terutama di edisi-edisi awal menunjukkan wawasannya yang sangat luas dan, dibandingkan dengan beberapa kontributor lainnya seperti Sutan Takdir Alisjahbana dan saudara laki-laki Armijn, Sanusi Pane, kemampuan menilai dan menimbang yang adil dan tidak terlalu terpengaruhi suasana pergerakan nasionalisme yang terutama di perioda akhir Pujangga Baru menjadi sangat politis dan dikotomis.
Puisi
- Gamelan Djiwa. Jakarta: Bagian Bahasa Djawa. Kebudayaan Departemen Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. 1960
- Djiwa Berdjiwa, Jakarta: Balai Pustaka. 1939.
Cerpen
- Kisah Antara Manusia. 1952
Novel
- Belenggu, Jakarta: Dian Rakyat. Cet. I 1940, IV 1954, Cet. IX 1977, Cet. XIV 1991
Kumpulan Cerpen
- Djinak-Djinak Merpati. Jakarta: Balai Pustaka, Cet. I 1940
- Kisah Antara Manusia. Jakarta; Balai Pustaka, Cet I 1953, II 1979
Drama
- Ratna. 1943 (menyadur naskah Hendrik Ibsen, Nora)
- Antara Bumi dan Langit”. 1951. Dalam Pedoman, 27 Februari 1951.
Karya lainnya
- (Belanda) Kort Oversicht van de Moderne Indonesische Literatuur (1949). Sebuah tinjauan tentang sastra Indonesia modern
- Sandjak-sandjak Muda Mr Muhammad Yamin. 1954. sebuah bahasan tentang sajak-sajak Muhammad Yamin
- Mencari Sendi Baru Tatabahasa Indonesia. 1950. Studinya tentang gramatika bahasa Indonesia
- Jalan Sejarah Dunia. 1952
- Tiongkok Jaman Baru, Sejarahnya: Abad ke-19 - sekarang. 1953. sebuah terjemahan
- Membangun Hari Kedua. 1956. Terjemahan novel Ilya Ehrenburg.
- Habis Gelap Terbitlah Terang. 1968. Menerjemahkan surat-surat Raden Ajeng Kartini
Biography Mario Teguh
Berikut ini adalah biodata Mario Teguh, seorang motivator handal di Indonesia:
DATA DIRI:
Nama Lengkap: Sis Maryono teguh
Nama Populer: Mario Teguh
Tempat & Tanggal Lahir: Makasar, 5 Maret 1956
Agama: Islam
DATA PENDIDIKAN:
SMU:
NEW TRIER WEST HIGH, Chicago, Amerika Serikat. Pada tahun 1975
SARJANA S1:
IKIP MALANG, JURUSAN LINGUISTIK & PELAJARAN BAHASA INGGRIS.
SOPHIA UNIVERSITY - TOKYO, JEPANG, JURUSAN INTERAKSI BISNIS
PROGRAM MBA:
INDIANA UNIVERSITY, AMERIKA SERIKAT, Jurusan Operation System. Pada tahun 1983
DATA PENGALAMAN KERJA:
* CITIBANK, 1983 - 1986
SEBAGAI: Head of Sales
* BSB BANK, 1986 - 1989
SEBAGAI: Manager business Development
* ASPAC BANK, 1990 - 1994
SEBAGAI: Vice President Marketing & Organization Development
* EXNAL CORP - JAKARTA, 1994 - Sekarang
SEBAGAI: CEO & Senior Consultant
Karir cemerlang seorang Mario Teguh tidang datang secara instan. Suami dari Lenny Teguh serta ayah dari Audrey ini mengawali karirnya di bidang perbankan yang dimulai dari posisi head of sales. Pria yang hobi membaca ini belajar banyak mengenai ilmu motivasi diri melalui buku - buku yang dibacanya. Selain itu, kemampuan komunikasi Mario teguh yang telah terasah selama berkarir dalam bidang marketing sejak tahun 1983 - 1984 telah membuat dirinya mampu berkomunikasi dengan baik kepada audience.
Seorang motivator harus mampu memberikan sugesti atau keyakinan kepada para pendengar bahwa apa yang mereka dengar adalah benar dan layak utnuk ditiru dan dilaksanakan. Sebuah tugas yang tidak jauh beda dari diri seorang marketing dimana marketing harus mampu meyakinkan konsumen dan calon konsumen untuk membeli produk yang mereka tawarkan.
Karir Mario teguh semakin cemrlang yang diiringi dengan semakin meningkatnya jumlah penggemar yang "mendewakan" Mario Teguh sehingga dalam setiap kesempatan Mario teguh berbicara, disitulah rasa kagum para penggemarnya semakin membuncah. Tidak heran bila ketenaran Mario Teguh di dunia maya melalui jejaring sosial juga menjadi ajang untuk mendekatkan diri kepada para penggemarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar