BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di jaman globalisasi ini, Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional semakin berkembang dengan pesat. Hal itu bisa dilihat dengan menjamurnya keberadaan sekolah-sekolah yang mulai menerapkan sistem bilingual ( 2 bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris ). Sebagai bangsa yang masih tergolong ke dalam negara berkembang, Indonesia pun berusaha untuk mengimbangi perkembangan tersebut. Sayangnya, banyak terjadi hal-hal yang cenderung membuat kita lupa akan keberadaan Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional sejatinya telah mempunyai tempat di hati setiap warga Indonesia. Meski sekarang, implementasinya masih jauh dari fungsi Bahasa Indonesia yang sebenarnya. Bisa kita lihat, penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar kuliah belum sepenuhnya baik dan benar. Masih banyak penggunaan kata-kata tidak baku ataupun kalimat tidak efektif. Hal ini masih bisa ditolerir ketika kesalahan ini terjadi di bangku kuliah. Sebab, mahasiswa setidaknya menyadari kesalahan itu dan mencoba untuk tidak menirunya. Beda halnya apabila hal ini terjadi di bangku SD, dimana seorang siswa benar-benar masih dalam tahap pembelajaran dan pengenalan. Akan menjadi suatu kebiasaan tidak baik yang terus berkelanjutan.
Namun, di balik itu semua muncul problema baru di tengah masyarakat kita. Keberadaan bahasa daerah kini mulai terpinggirkan. Sebagai contoh, anak usia dini kini mulai diperkenalkan dengan Bahasa Indonesia untuk komunikasi sehari-hari. Hal ini menggeser keberadaan bahasa daerah ( sebagai contoh bahasa jawa ) yang dulunya menjadi bahasa ibu. Kenapa hal ini menjadi polemik? Bahasa daerah adalah salah satu aset bangsa yang perlu untuk terus dijaga dan dilestarikan. Terlebih Bahasa Jawa yang mempunyai ciri khas dengan perbedaan kastanya. Hal positifnya adalah, penggunaan Bahasa Jawa bisa membantu anak dalam hal sopan santun dan rasa menghormati dengan orang yang lebih tua. Inilah salah satu alas an kenapa Bahasa Jawa perlu dipertahankan juga.
B. Rumusan Masalah
“ Bagaimanakah implementasi Bahasa Indonesia di tengah berkembangnya Bahasa Inggris dan Punahnya Bahasa Daerah ? “
C. Tujuan Peneltian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Memberikan informasi kepada para pembaca, bagaimanakah implementasi Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
2. Memberikan pandangan tentang pentingnya mengikuti perkembangan bahasa asing sebagai media komunikasi di era globalisasi dunis.
3. Memberikan pandangan mengenai alasan perlunya menjaga keberadaan bahasa daerah yang kini mulai tergeser dengan keberadaab bahasa asing dan bahasa gaul.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Bahasa
Kata "bahasa" memiliki paling kurang dua makna dasar: bahasa sebagai konsep umum, dan "sebuah bahasa" (sebuah sistem linguistik tertentu, contohnya "bahasa Prancis"). Ferdinand de Saussure yang pertama kali dengan jelas memformulasi perbedaannya, menggunakan kata Prancis langage untuk bahasa sebagai sebuah konsep dan langue sebagai instansi spesifik dari bahasa.
Bila berbicara mengenai bahasa sebagai konsep umum, beberapa definisi berbeda dapat digunakan untuk menekankan aspek yang berbeda dari fenomena. Definisi tersebut juga memerlukan pendekatan dan pemahaman berbeda, dan mereka memberikan kajian teori linguistik yang berbeda dan terkadang bertentangan.
Definisi lain dari bahasa adalah sebagai sebuah sistem komunikasi yang membuat manusia dapat bekerja sama. Definisi ini menekankan fungsi sosial dari bahasa dan fakta bahwa manusia menggunakannya untuk mengekspresikan dirinya sendiri dan untuk memanipulasi objek dalam lingkungannya. Teori fungsional dari tata bahasa menjelaskan struktur tata-bahasa lewat fungsi komunikatifnya, dan memahami struktur tata-bahasa dari bahasa sebagai hasil dari proses adaptif dimana tata-bahasa telah "disesuaikan" untuk melayani kebutuhan komunikatif penggunanya. Pandangan bahasa ini berhubungan dengan kajian bahasa dalam kerangka pragmatis, kognitif, dan kerangka interaksional, serta dalam sosial-linguistik dan antropologi linguistik. Para teori fungsionalis condong mempelajari tata-bahasa sebagai sebuah fenomena dinamis, sebagai suatu struktur yang selalu dalam proses perubahan saat mereka digunakan oleh para pembicaranya. Pandangan ini menyebabkan kajian tipologi linguistik menjadi penting, karena ia dapat memperlihatkan bahwa proses-proses dari gramatikalisasi condong mengikuti lintasan yang secara terpisah bergantung pada tipologi. Dalam filsafat bahasa pandangan ini sering dikaitkan dengan karya terakhir Wittgenstein dan dengan filsuf bahasa umum seperti G. E. Moore, Paul Grice, John Searle dan J. L. Austin.
Bahasa manusia unik bila dibandingkan dengan bentuk lain komunikasi, seperti yang digunakan oleh hewan, karena ia membolehkan manusia untuk menghasilkan penyebutan yang tak terbatas dari sekumpulan elemen yang terbatas, dan karena simbol dan aturan tata-bahasa dari setiap bahasa secara kebanyakan sering berubah-ubah, sehingga sistem hanya dapat diperoleh melalui interaksi sosial. Sistem komunikasi yang digunakan hewan, di sisi lain, hanya dapat mengekspresikan sejumlah penyebutan terbatas yang umumnya ditransmisikan secara genetik.
Bahasa manusia juga berbeda dari sistem komunikasi hewan di mana mereka menggunakan kategori tata-bahasa dan semantik seperti kata benda dan kata kerja, atau saat sekarang atau masa lalu, untuk mengekspresikan arti yang sangat kompleks. Bahasa manusia juga unik karena kompleksitas strukturnya melayani seluas mungkin fungsi dibandingkan sistem komunikasi lainnya.
Bahasa juga unik karena ia memiliki properti penting yang mengatur elemen-elemen menjadi struktur-struktur rekursif; hal ini membolehkan, sebagai contohnya, frasa kata benda mengandung frasa kata benda lainnya (seperti pada "bibir simpanse") atau suatu klausa mengandung klausa (seperti pada "Saya kira sekarang hujan").
B. Pengertian Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Daerah
1. Bahasa Inggris
Bahasa Inggris adalah sebuah bahasa yang berasal dari Inggris, merupakan bahasa utama di Britania Raya (termasuk Inggris), Amerika Serikat, serta banyak negara lainnya, dan termasuk rumpun bahasa Jermanik Barat. Bahasa ini berawal dari kombinasi antara beberapa bahasa lokal yang dipakai oleh orang-orang Norwegia, Denmark, dan Anglo-Saxon dari abad ke-6 sampai 10. Lalu pada tahun 1066 dengan ditaklukkan Inggris oleh William the Conqueror, sang penakluk dari Normandia, Perancis Utara, maka bahasa Inggris dengan sangat intensif mulai dipengaruhi bahasa Latin dan bahasa Perancis. Dari seluruh kosakata bahasa Inggris modern, diperkirakan ±50% berasal dari bahasa Perancis dan Latin.
Bahasa Inggris adalah bahasa pertama di Amerika Serikat, Antigua dan Barbuda, Australia, Bahama, Barbados, Bermuda, Britania Raya, Guyana, Jamaika, Saint Kitts dan Nevis, Selandia Baru dan Trinidad dan Tobago.
Selain itu bahasa Inggris juga merupakan salah satu bahasa resmi di organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Komite Olimpiade Internasional, serta bahasa resmi di berbagai negara, seperti di Afrika Selatan, Belize, Filipina, Hong Kong, Irlandia, Kanada, Nigeria, Singapura, dan lainnya.
Di dunia bahasa Inggris merupakan bahasa kedua pertama yang dipelajari. Bahasa Inggris bisa menyebar karena pengaruh politik dan imperialisme Inggris dan selanjutnya Britania Raya di dunia. Salah satu pepatah Inggris zaman dahulu mengenai kerajaan Inggris yang disebut Imperium Britania (British Empire) adalah tempat “Matahari yang tidak pernah terbenam” (“where the sun never sets”).
2. Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa Indonesia berstatus sebagai bahasa kerja.
Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau (wilayah Kepulauan Riau sekarang) dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan "imperialisme bahasa" apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan. Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu. Penutur Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Meskipun demikian, Bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa Bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.
Fonologi dan tata bahasa Bahasa Indonesia dianggap relatif mudah. Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu.
Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting seperti yang tercantum dalam:
Ø Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, ”Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Ø Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa ”Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.
Dari Kedua hal tersebut, maka kedudukan bahasa Indonesia sebagai:
Ø Bahasa kebangsaan, kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah.
Ø Bahasa negara (bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia).
3. Bahasa Daerah
Bahasa daerah adalah suatu bahasa yang dituturkan di suatu wilayah dalam sebuah negara kebangsaan; apakah itu pada suatu daerah kecil, negara bagian federal atau provinsi, atau daerah yang lebih luas.
BAB III
PEMBAHASAN
Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan, salah satu contoh kekayaan budaya tersebut adalah banyaknya bahasa daerah yang tersebar di seluruh wilayah Republik Indonesia. Terdapat sekira 746 bahasa daerah, sebagai bahasa leluhur, warisan yang tak ternilai harganya. Tetapi, sekarang keberadaan bahasa Ibu tersebut terancam punah, salah satunya karena masalah globalisasi yang semakin “memaksa” kita menggunakan bahasa asing.
Dari sekira 746 bahasa daerah, hanya 13 bahasa daerah yang tidak mengkhawatirkan. Dari ke-13 bahasa daerah tersebut salah satunya adalah bahasa Sunda, hal tersebut dapat dilihat dari Desertasi Universitas Indonesia (UI) tahun 1989, dimana penutur bahasa Sunda sebanyak 15% dari jumlah penduduk Indonesia yang saat itu berjumlah sekira 146 juta orang. Sekarang mungkin bertambah karena pendatang baru yang mempelajari bahasa Sunda untuk kepentingan komunikasi atau kepentingan penelitian budaya.
Pentingnya keberadaan bahasa daerah perlu diadakan usaha-usaha untuk merevitalisasi bahasa daerah yang akhir-akhir ini mulai “tersisihkan”. Jangan sampai bahasa daerah musnah karena ditinggalkan oleh penuturnya, karena musnahnya bahasa daerah juga mengindikasikan musnahnya pula satu peradaban manusia di dunia.
Penggunaan bahasa gaul pun kini juga mulai merangsek masuk ke dalam kehidupan masyarakat di pedalaman. Hal itu salah satunya terlihat dari adanya siaran-siaran radio lokal yang menggunakan bahasa gaul di setiap siarannya. Selidik punya selidik, ternyata salah satu penyebabnya adalah adanya jaringan radio ibukota yang beroperasi hingga pelosok nusantara. Dari sisi bisnis memang keberadaan jaringan radio (radio network) merupakan sesuatu yang menggiurkan. Mereka meluaskan jangkauan mulai dari ibukota hingga ke pelosok. Ini juga sekaligus ‘mengimpor’ banyak hal yang sedang menjadi tren di ibukota, mulai dari teknologi, modal hingga itu tadi, gaya berbahasa.
Mungkin para penyiar radio daerah merasa bangga bisa bergaya bahasa persis seperti rekan mereka dalam satu jaringan radio. Tapi mereka agaknya lupa, apa yang mereka lakukan sesungguhnya justru ‘membunuh’ keragaman bahasa daerah tempat mereka berada sendiri. Karena para penyiar ini justru bangga dengan bahasa Indonesia berdialek Betawi yang mereka gunakan. Mereka pelan-pelan secara tak langsung tak lagi menggunakan bahasa daerah tempat mereka tinggal.
Dampaknya? Selain makin menjauhkan para penyiar tadi dengan bahasa daerahnya, yang paling parah adalah terpaan siaran radio itu yang membuat masyarakat perlahan meninggalkan bahasa daerahnya sendiri. Ini tak bisa dibiarkan! Harusnya keberadaan radio daerah dipantau sedemikian rupa untuk memelihara keberagaman budaya lokal. Karena keberagaman inilah yang membentuk satu Indonesia. Radio berjaringan tak salah, yang salah jika menyamakan semua gaya bahasanya menjadi hanya satu, gaya bahasa kota, sehingga identitas lokal pun menghilang.
Belum lagi ditambah dengan keberadaan bahasa asing seperti Bahasa Inggris yang sekarang mulai tumbuh cepat di masyarakat. Hal ini salah satunya didukung dengan keberadaan program pemerintah menyangkut adanya sekolah yang bertaraf internasional. Dan pointnya terdapat pada penggunaan Bahasa Inggris sebagai media pengantar pembelajaran. Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh mengatakan, Undang-Undang (UU) No 20 Tahun 2003, Pasal 50 ayat 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menjadi landasan Kemendiknas untuk mempertahankan rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI). Nuh mengatakan, pihak mana pun boleh mengajukan protes mengenai RSBI dan SBI. Namun, selagi ada amanat dari UU 20/2003, Kemendiknas akan tetap mempertahankannya.
“Kami tetap akan lanjutkan karena ada perintah undang-undang. Dan menurut kami, wajar saja dalam dunia pendidikan ada yang protes mengenai sistem yang ada,” tegas Nuh.
Menurut Nuh, Kemendiknas hingga kini belum mengeluarkan izin baru atau moratorium bagi RSBI. Saat ini Kemendiknas masih mengintensifkan evaluasi atas RSBI yang telah berdiri sejak 2006. Terkait evaluasi ini, Mendiknas mengatakan, saat ini masih dirapatkan.
Namun, dia berjanji pada 2011 sudah ada aturan baru tentang sekolah bertaraf internasional ini. Berdasarkan catatan Kemendiknas, jumlah sekolah RSBI di Indonesia mencapai 1.110 sekolah. Terdiri atas 997 sekolah negeri dan 113 sekolah swasta. Dari jumlah itu, jumlah SD RSBI tercatat sebanyak 195 sekolah, SMP RSBI 299 sekolah, SMA RSBI 321 sekolah, dan SMK RSBI sebanyak 295 sekolah.
Penggunaan bahasa pengantar dalam Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dinilai mengancam keberadaan bahasa Indonesia. Mantan Kepala Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Dendy Sugono, mengatakan penggunaan bahasa pengantar dengan menggunakan bahasa Inggris bisa mengganggu kelangsungan perkembangan bahasa nasional.
Padahal penempatan Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan pengantar pendidikan tersebut merupakan pemikiram strategis para pendiri republik ini. Tujuan mereka tidak memilih bahasa daerah karena ingin bahasa Indonesia sebagai sarana penguasaan ilmu, teknologi, dan seni bagi generasi muda.
Selain itu, kata dia, hal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). “Ini berbahaya mengajarkan siswa dengan bahasa pengantar asing. Ini menyalahi aturan,” kata Dendy dalam Penyuluhan Bahasa Indonesia untuk Wartawan di Jakarta, Sabtu (12/5).
Menurut Dendy, karakteristik bahasa Indonesia harus dipertahankan. Selain karena dilindungi konstitusi, tambah dia, bahasa juga bisa berperan memperkuat sosiologis dalam kehidupan masyarakat Nusantara. Kalau sejak dini siswa diajari bahasa Inggris sebagai penutur maka mereka ke depannya akan menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua.
Kalau sekolah negeri dibiarkan mengutamakan bahasa asing sebagai pengantar, dia memprediksi bahasa Indonesia akan tersisih. “Bahasa Indonesia ini adalah soal politik bagaimana bahasa kebijakan bahasa kita sebagai sarana mempertahankan pendidikan.”
Bahasa Indonesia sendiri pun ternyata masih belum sepenuhnya melakat di hati masyarakat Indonesia. Satu hal yang nyata dan dirasakan betul oleh masyarakat adalah, bahwa seseorang yang piawai berbahasa Indonesia tidak membuat mereka tenang dalam karir dan pekerjaan. Sebaliknya, orang yang menguasai bahasa Inggris akan mudah dalam karirnya. Mungkinkah ini akibat globalisasi? Tapi apakah kita harus menyerah dengan globalisasi yang justru kemudian mengorbankan bahasa sendiri? Tentunya tidak demikian. Akhirnya pandangan yang terlihat dari warga Indonesia sendiri cenderung mempopulerkan bahasa-bahasa asing daripada bahasa ibunya sendiri. Ini terbukti, kebanyakan orang tua zaman sekarang lebih senang mengajarkan anak mereka mengenai bahasa luaran seperti bahasa Inggris, Jerman, Prancis daripada mengenalkan terlebih dahulu Bahasa Indonesia itu sendiri.
Ironisnya, Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga berlakon seperti itu pula. Belakangan ini, kita ketahui bersama Indonesia sering menjadi tuan rumah dalam kegiatan-kegiatan Internasional. Dan seiring itu pula, dalam sambutannya SBY menggunakan bahasa Inggris dengan fasihnya. Ini jelas melanggar Undang-Undang No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara, tepatnya pada Pasal 28. Dimana dinyatakan secara eksplisit, Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi Presiden, Wakil Presiden dan pejabat negara yang lain yang disampaikan di dalam atau di luar negeri.
Sehingga tak heran, SBY sering mendapatkan kritikan. Sebagai kepala negara, sudah seharusnya SBY selaku pihak yang mensyahkan keberadaan Undang-Undang No 24 Tahun 2009 tersebut wajib untuk mengaplikasikannya secara langsung kepada masyarakat. Tapi syukurnya, saat berlangsung KTT ASEAN pada beberapa hari yang lalu di Bali, SBY seperti sadar akan kesalahan yang pernah ia lakukan sebelumnya. Dalam pidatonya, SBY menggunakan Bahasa Indonesia.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai warga Negara yang baik, sudah selayaknyalah kita menjunjung tinggi keberadaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan seperti yang tertera pada butir ketiga dalam Sumaph Pemuda. Ini adalah salah satu wujud apresiasi kita terhadap para pendiri Negara dan juga tokoh-tokoh penting lainnya yang dulu memeperjuangkan keberadaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasinal kita.
Namun, hal yang perlu diingat adalah implementasi Bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari harus dibiasakan untuk digunakan secara baik dan benar. Ini semua menyangkut dengan aspek pembelajaran yang akan kita tularkan pada anak cucu kita nanti.
Mengingat bahwa Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Negara kita, maka secara otomatis segala bentuk komunikasi antar masyarakat Indonesia akan menggunakan bahasa ini. Oleh sebab itu, pemahaman dan penggunaannya pun harus sesuai dengan aturan atau kaidah yang berlaku supaya tidak menimbulkan miss communication antar satu sama lain.
Sesuatu yang perlu kita waspadai sekarang adalah keberadaan Bahasa Inggris yang kini mulai berkembang cepat. Kenapa? Karena semakin lama ternyata semakin banyak orang yang lebih bangga dan mengaku lebih hebat apabila menguasai Bahasa Inggris disbanding dengan Bahasa Indonesia. Sungguh ironi, tapi inilah yang terjadi.
Menguasai Bahasa Inggris bukan berarti melupakan Bahasa Indonesia. Semua itu ada porsinya, gunakan Bahasa Inggris jika memang kita sedang berkomunikasi dengan dunia internasional. Dan tetap gunakan Bahasa Indonesia ketika kaki masinh menginjak di bumi pertiwi. Karena Bahasa Indonesia merupakan salah satu jati diri bangsa Indonesia yang menafsirkan bahwa kita adalah orang Indonesia asli dan bangga terhadap Bahasa Indonesia.
Tetapi masih ada satu hal lagi yang juga harus kita pertahankan. Ingatlah bahwa bangsa kita adalah bangsa yang berdiri dengan keanekaragaman, termasuk keanekaragaman bahasa yang mencapai 746 bahasa daerah. Suatu kebanggaan tersendiri buat kita yang sekaligus menjadi tanggung jawab kita juga untuk menjaganya.
Pengunaannya yang kini mulai jarang ditemui membuat kita sedikit pesimis apakah dalam kurun waktu 20 tahun ke depan bahasa daerah kita masing-masing masih bisa diucapkan oleh anak cucu kita. Mengajarkan Bahasa Indonesia kepada anak usia dini memang bagus, tetapi mengajarkannya menggunakan bahasa ibu ( bahasa daerah ) akan lebih bijak.
Sungguh memilukan apabila kita menjumpai anak kecil yang lahir di pulau jawa, dimana saat kita bertanya, “ Asmane sinten dek? “ , dia tidak mengerti apa maksudnya. Sejak kecil dia dibiasakan menggunakan Bahasa Indonesia oleh orang tuanya tanpa mengenalkan Bahasa Jawa seidkipun. Sejatinya, Bahasa Jawa memiliki keunggulan tersendiri dengan perbedaan kasta dalam bahasanya yang mengajarkan tentang apa itu “ tata krama “.
Tak perlu khawatir, saat seorang anak diajarkan bahasa ibu di aktu kecil sehingga dia tidak bisa berbahasa Indonesia. Karena pada jenjang pendidikan formal lah, mereka akan mendapatkan pembelajaran mengenai Bahasa Nasional tersebut tentunya secara baik dan benar melalui guru-gurunya.
B. Saran
Untuk mempertahankan eksistensi Bahasa Indonesia, pemerintah perlu mengadakan sosialisasi. Mencari program dan aplikasinya agar siswa yang pandai dalam pelajaran bahasa Indonesia mendapatkan karir yang baik selepas pendidikan mereka. Jika perlu, hendaknya pemerintah menyediakan program beasiswa khusus bagi mereka yang meraih nilai tinggi dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Perlu ada sebuah ketegasan pemerintah bahwa keberadaan bahasa Indonesia tidak semata sebagai bahasa nasional, melainkan sebagai lambang jatidiri bangsa. Lebih jelasnya juga sebagai lambang kebanggaan bangsa Indonesia, alat pemersatu bangsa dan juga alat penghubung antara budaya dan daerah yang tersebar di segala penjuru Menurut Badan Bahasa Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Dendy Sugono, bahasa yang berkembang di tengah masyarakat saat ini adalah bahasa prokem. Boleh saja “memainkan” bahasa, tetapi jangan melanggar peraturan yang ada. Sehingga ketika peraturan itu dilanggar, yang ada bahasa Indonesia semakin rusak.
Bahasa daerah juga perlu dipelajari dan digunakan, agar bahasa tersebut tidak punah. Tetapi paling tidak bahasa ini digunakan dalam lingkup keluarga ataupun komunitas suku, bukan di tempat umum.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar